-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita


 

Cerpen || Tuhan, Gadis Kerudung Putih Bukan Jodohku

| Rabu, September 03, 2025 WIB Last Updated 2025-09-03T13:56:44Z

 

Ilusrasi Gadis Berkerudung Putih (Foto: Unsplash/Kumparan)


Tuhan, Gadis Kerudung Putih Itu Bukan Jodohku-PAGI itu, lonceng gereja berbunyi nyaring, menandakan perayaan Paskah baru saja dimulai. Rafael, seorang pemuda yang selama ini menjauh dari gereja, duduk termenung di depan pintu katedral. Orang-orang yang berpakaian rapi masuk dengan penuh sukacita, tetapi Rafael tetap tak bergerak. Baginya, Tuhan terasa begitu jauh.


Sejak kematian ibunya, Rafael merasa kehilangan segalanya. Doa-doanya seakan tak pernah didengar, dan Tuhan terasa asing. Ia bertanya-tanya, jika Tuhan memang Mahakuasa, mengapa Ia membiarkan penderitaan terjadi? Dengan penuh kebingungan, ia akhirnya berdiri dan masuk ke dalam gereja, meski hatinya masih dipenuhi keraguan.


Di dalam, misa Paskah berlangsung khidmat. Umat bersukacita menyambut kebangkitan Kristus, tetapi Rafael tetap merasa kosong. Namun, sesuatu dalam bacaan Injil hari itu mengusik pikirannya: kisah Maria Magdalena yang menangis di depan makam Yesus.


Ia mengira Tuhan telah diambil darinya, tetapi Yesus justru menampakkan diri dan menyebut namanya. "Maria!" Hanya dengan satu panggilan, Maria pun menyadari bahwa Tuhan tetap ada bersamanya.


Lalu, ada satu bagian lain yang juga menggetarkan hatinya: kisah Petrus yang menyangkal Yesus. Rafael teringat bagaimana Petrus, yang begitu dekat dengan-Nya, justru menyangkal tiga kali ketika dihadapkan pada ujian.


Apakah Petrus disadarkan oleh Tuhan, ataukah oleh kokok ayam yang membangunkannya dari ketakutannya? Rafael bertanya dalam hati, apakah ia selama ini juga menyangkal Tuhan? Apakah ia mencari Tuhan hanya karena kehilangan ibunya, atau memang karena ia benar-benar ingin kembali?


Usai misa, Rafael duduk di bangku gereja, matanya terpaku pada salib di altar. Tiba-tiba, seorang gadis berkerudung putih duduk di sebelahnya. Wajahnya teduh, matanya lembut namun penuh makna.


"Kau tampak seperti seseorang yang mencari sesuatu," katanya dengan suara lembut.


"Aku mencari Tuhan," jawab Rafael pelan. "Aku ingin percaya, tapi aku merasa Tuhan telah meninggalkanku. Ibu telah pergi, dan aku merasa sendirian."


Gadis itu tersenyum. "Maria Magdalena juga berpikir Yesus telah diambil darinya. Tapi kenyataannya, Yesus tidak pernah pergi.


Ia hanya menunggu agar kita benar-benar mengenali-Nya. Tuhan tidak bisa dimiliki seperti barang yang hilang. Ia ada, bahkan ketika kita tidak melihat-Nya."


Seiring percakapan mereka, Rafael mulai merasakan sesuatu yang berbeda. Bukan hanya tentang Tuhan, tetapi juga tentang gadis ini. Ada ketenangan dalam suaranya, ada kehangatan dalam setiap kata yang diucapkannya. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Rafael ingin percaya lagi. Tapi apakah ini tentang Tuhan, atau tentang gadis ini?


Hari-hari berikutnya, Rafael mencari gadis itu. Setiap minggu, ia datang ke gereja, berharap bisa bertemu dengannya lagi. Dan setiap kali ia melihatnya, perasaannya semakin tumbuh. Namun, setiap kali pula gadis itu seakan menjauh, membiarkan Rafael tenggelam dalam kebingungan.


Hingga suatu hari, Rafael memberanikan diri bertanya, "Siapa namamu? Mengapa kau selalu muncul di saat aku butuh jawaban?"


Gadis itu menatapnya lama sebelum menjawab, "Aku hanya seorang yang diutus untuk membantumu menemukan jalan kembali. Aku tidak bisa tinggal lebih lama."


"Tapi aku ingin kau tetap di sini... Aku... aku merasa berbeda sejak bertemu denganmu. Aku tidak hanya menemukan Tuhan, aku menemukan sesuatu yang lebih."


Gadis itu tersenyum sendu. "Kau telah menemukan Tuhan. Itu yang terpenting. Jangan biarkan perasaanmu padaku mengaburkan hal itu."


"Jadi aku tidak akan pernah bisa bersamamu?" Rafael bertanya, suaranya bergetar. Gadis itu tidak menjawab. Ia hanya tersenyum dan perlahan berbalik pergi.


Rafael ingin mengejarnya, tapi kakinya terasa berat. Hatinya berteriak, tetapi mulutnya tak sanggup mengeluarkan sepatah kata pun. Ia hanya bisa melihat sosok itu semakin menjauh, hingga akhirnya menghilang di antara kerumunan.


Seperti Petrus yang terdiam setelah kokok ayam membangunkannya dari ketakutannya, Rafael juga terdiam. Ia menyadari bahwa kehadiran gadis itu mungkin hanyalah cerminan dari apa yang Tuhan ingin tunjukkan padanya: bahwa ia tidak boleh terus menyangkal kehadiran-Nya. Gadis itu bukan ayam yang membangunkannya, tetapi Tuhan yang telah mengirimnya untuk menyadarkan hatinya.


Hari itu, Rafael berdoa, bukan untuk meminta gadis itu kembali, tetapi untuk menerima bahwa segalanya adalah milik Tuhan. Termasuk rasa sakitnya, termasuk ibunya, termasuk gadis berkerudung putih itu.


Ia sadar, mungkin ia bukan jodoh bagi gadis itu, tetapi pertemuan mereka adalah bagian dari rencana Tuhan. Matahari terbit lebih cerah di hari Paskah itu, bukan hanya di langit, tetapi juga di hati Rafael.


Ia belum menemukan semua jawaban, tetapi ia tahu satu hal: Tuhan tak pernah benar-benar pergi. Tuhan, gadis berkerudung putih itu bukan jodohku. Tapi aku telah menemukan-Nya dalam dirinya.


Oleh Feliks.H




 

×
Berita Terbaru Update